Sebuah startup memiliki peluang sukses lebih besar ketika mampu menguji dan melakukan validasi ide startup yang dimilikinya. Dengan berinteraksi terhadap orang lain serta menanyakan pertanyaan yang tepat, kamu dapat menguji apakah ide milikmu benar-benar dapat menyelesaikan masalah atau tidak. Selain itu, kamu juga akan mengetahui calon konsumen dan ketersediaan pasar untuk produk yang kamu kembangkan. Lantas cara apa sih yang paling tepat untuk menguji dan melakukan validasi ide startup sebelum memulai bisnis? Yuk kita cari tau informasi selengkapnya dibawah ini.
10 Cara ampuh market validation untuk melakukan validasi ide startup
1. Cara memvalidasi ide yang kamu miliki
Sebelum memutuskan untuk mengembangkan sebuah ide, kamu terlebih dahulu harus melakukan validasi terhadap ide tersebut. Beberapa pertanyaan berikut akan membantumu untuk melakukannya:
a) Validasi masalah yang dihadapi
Apakah masalah tersebut layak untuk diselesaikan? Apabila calon pengguna tidak berminat atas solusi yang kamu tawarkan, produk yang akan kamu kembangkan mungkin tidak akan menarik.
b) Validasi pasar untuk menjual produk
Apakah kamu merasa bahwa solusi yang kamu buat akan memiliki tempat di hati masyarakat?
c) Validasi produk/jasa yang kamu buat
Mungkin masalah tersebut memang nyata dan masyarakat membutuhkannya, tetapi apakah produk yang kamu buat memang dapat menjadi solusi dari permasalahan?
d) Validasi keinginan untuk membeli dari konsumen
Masalah terbukti ada, permintaan pasar pun besar, juga produk yang kamu buat adalah yang terbaik. Tetapi apakah masyarakat rela untuk merogoh kocek masing-masing demi solusi yang kamu buat?
Apakah kamu perlu menyelesaikan keempat tahap di atas secara berurutan? Jawabannya akan bergantung kepada ide yang kamu jalankan. Beberapa solusi lebih mudah diuji dengan membuat sebuah situs web atau akun social media ketimbang membuat prototipe (validasi produk). Namun apabila kamu telah benar-benar yakin telah memenuhi keempat kriteria tersebut, kamu dapat langsung melanjutkan ke tahap pengembangan produk. Bagi kamu yang masih belum yakin, kamu dapat selalu kembali ke tahap validasi untuk mempertajam ide hingga kamu merasa bahwa solusi tersebut siap untuk masuk ke tahap produksi.
2. Validasi masalah yang akan dihadapi
Walau poin ini adalah sorotan utama dari ide yang kamu cetuskan, ternyata tidak sedikit pihak yang melewatkan langkah ini. Tidak peduli betapa yakinnya kamu terhadap ide kamu, kamu tetap harus menentukan salah satu masalah yang memang patut diselesaikan dengan solusi yang kamu ciptakan. Hal ini dikarenakan sebagai pemilik ide, caramu memandang sebuah permasalahan tentu sangatlah bias. Dengan masukan dari pengguna lain, kamu dapat meyakinkan diri bahwa kamu sedang berusaha menyelesaikan permasalahan yang nyata, bukan yang hanya ada dalam pikiranmu. Nah untuk melakukan validasi masalah yang akan dihadapi, ada beberapa caranya seperti berikut:
a) Meminta beberapa orang untuk mencoba produk/jasamu
Ini dapat menjadi awal yang baik bagi pengujian produk atau jasa yang kamu buat. Apakah ide yang kamu cetuskan memang layak untuk menyelesaikan sebuah permasalahan? Atau hanya akan berakhir pada asumsi kosong yang tidak aplikatif?
b) Wawancara pengguna
Dengan duduk bersama beberapa orang dan mewawancarai mereka, kamu akan mengetahui berbagai masalah yang dihadapi serta apa yang dapat dilakukan untuk menyelesaikannya.
c) Melakukan penelitian demografis dan etnografis
Penelitian adalah cara terbaik untuk mengetahui perilaku, motivasi, serta kognitif seseorang. Selain itu, penelitian juga dapat mengungkap berbagai masalah baru yang mungkin saja menarik untuk kamu kupas lebih dalam.
d) Survei
Metode termudah untuk memvalidasi masalah, namun sangat rentan untuk bias. Kamu dapat menggunakan survei untuk melengkapi metode validasi masalah lainnya. Dengan meneliti pengguna, kamu dapat menghindari asumsi pribadi yang akan menghambat pengembangan solusi. Ingatlah, kamu bukan pengguna awam karena telah terlalu banyak tahu tentang masalah yang kamu hadapi. Bisa saja solusi yang menurutmu terbaik ternyata justru sebaliknya di mata pengguna.
3. Validasi pasar untuk menjual produk
Tak ada gunanya membuat sesuatu yang tidak bisa kamu jual. Ketika kamu telah selesai berbicara dengan beberapa pengguna dan memang masalah tersebut ada, kamu harus meyakini bahwa ada potensi besar dari pasar yang menanti solusi darimu. Lantas pertanyaan selanjutnya adalah “seberapa besar sih pasar yang kamu incar?” Tergantung dari jenis produk dan bisnis yang kamu miliki, kamu bebas membidik segmen pasar mana pun, tetapi yakinkan kembali bahwa pasar tersebut memang ada untuk produk atau jasa yang ingin dipasarkan. “Bagaimana jika saya ingin menciptakan pasar sendiri?” Boleh saja, tetapi kamu patut berhati-hati terhadap asumsi yang kamu miliki. Yakinkan kembali bahwa kamu memiliki pengetahuan yang mendalam terhadap pasar yang ingin kamu ciptakan. Untuk melakukan validasi pasar yang kamu targetkan kamu dapat menggunakan:
a) Google Trends
Tool ini dapat membantumu mengetahui tren yang sedang marak di internet. Dari hasil yang ada, kamu dapat menentukan, apakah memang pasar sedang mencari solusi yang sedang kamu kembangkan atau tidak. Walau data yang ada terbilang kasar, namun ini dapat menjadi gambaran awal yang baik ketika kamu menentukan pasar.
b) Google Adwords Planner
Tool ini akan membantumu mengetahui data pencarian rata-rata selama sebuah dari sebuah keyword di mesin pencari. Selain itu, tool ini juga akan memberikan data perkiraan dari kompetitor serta saran lain yang dapat kamu gunakan.
Meneliti apa yang kompetitor lakukan. Dengan mengetahui apa yang para kompetitor lakukan di pasar, kamu dapat memperkirakan tentang “jurus” apa yang akan mereka keluarkan di masa depan. Selain itu, hal ini akan memungkinkanmu mengetahui lebih banyak tentang pasar tempatmu akan menjual solusi tersebut.
Baca juga: Inilah 10 Cara Mengembangkan Bisnis UMKM di Era Digital
4. Validasi produk/jasa yang kamu buat
Hanya ada satu cara yang dapat kamu lakukan untuk memastikan bahwa produk atau jasa yang kamu buat memang dapat menyelesaikan masalah, yaitu membuat sebuah prototipe. Untuk awal-awal, kamu tidak perlu menjadi seorang engineer untuk membuat prototipe ini. Kamu hanya perlu mengetahui seluk-beluk tentang produk atau jasa yang kamu buat. Untuk mengembangkannya, kamu dapat mengajak seseorang untuk menjadi seorang CTO, atau bahkan mempekerjakan seorang freelancer untuk menguji validitas dari produk atau jasa tersebut. Ketika kamu telah berhasil membuat sebuah prototipe, kamu harus mengujinya dengan bantuan pengguna. Ini dilakukan untuk mengumpulkan feedback dan mempelajari user behavior ketika sedang menggunakan solusi tersebut.
5. Uji prototipe dengan pengguna
Sebuah prototipe yang kamu sukai belum berarti valid di mata pengguna. Agar produk atau jasa dapat diterima dengan baik, kamu harus mengumpulkan feedback sebanyak-banyak dari pengguna. Fase ini dapat menjadi hal yang sulit, terutama apabila kamu belum pernah melakukannya. Agar kamu mendapatkan pengguna yang bersedia untuk menjalankan pengujian, kamu harus berani untuk keluar dari lingkunganmu dan aktif mencari mereka. Bagi sebagian orang, mungkin upaya ini lebih sulit dari sekadar berada di belakang meja dan bermain dengan hipotesis.
Ketika kamu berhasil melakukan pengujian, kamu akan melihat bahwa proses ini tidak hanya menghasilkan insight yang berharga, tetapi juga menyenangkan untuk dilakukan. Sebaliknya, apabila kamu dapat menemukan orang yang tepat sebagai subjek pengujian, ini adalah permulaan yang baik. Tetapi apabila kamu tidak dapat menemukannya, kamu dapat meminta siapa saja untuk melakukan tes. Walaupun hal ini akan berpotensi menimbulkan hasil yang salah, namun apabila dilakukan dengan tepat, hal ini akan mempermudahmu untuk melakukan user testing.
6. Validasi keinginan untuk membeli dari konsumen
Ada banyak cara untuk memvalidasi hal ini, tetapi tantangan terbesarnya adalah kita tidak dapat serta-merta mempercayai kata pengguna. Bagi orang-orang, terutama mereka yang mengenal kamu, mereka akan dengan mudah mengatakan, “Oh, bagus kok! Saya pasti beli!” Tetapi ketika diminta untuk benar-benar melakukannya, kenyataan bisa berkata lain. Untuk memulai tahap ini, kamu dapat membuat sebuah situs web untuk melakukan validasi. Ada beberapa tool yang dapat kamu gunakan, antara lain:
a) Squarespace: Kamu dapat membuat sebuah situs web berpenampilan cantik dengan mudah di sini.
b) Webflow: Buat situs web dengan berbagai panel kustomisasi yang menarik.
c) QuickMVP: Bagi kamu pengguna yang nonteknis, QuickMVP mungkin dapat menjadi pilihan terbaikmu. Berbagai fitur yang ada akan mempermudahmu untuk membuat sebuah situs web sambil mengetahui alur paling tepat untuk menempatkan iklan dan mencatat statistik dari pengguna.
Ada beberapa elemen yang harus kamu sertakan di dalam situs web untuk memvalidasi, seperti:
a) Deskripsikan produk atau jasa yang ingin kamu tawarkan harus sejelas mungkin.
b) Sorot nilai tambah yang kamu tawarkan dalam produk atau jasa yang kamu jual.
c) Jelaskan kendala potensial apa saja yang mungkin akan dihadapi pengguna. Bisa berupa FAQ atau deskripsi singkat yang jelas.
d) Tambahkan tombol call-to-action untuk membimbing pengguna melakukan pembelian.
e) Jangan lupa untuk menyertakan formulir pengumpulan email pada halaman pembayaran, jadi kamu dapat mengumpulkan email dari para pelanggan potensial. Kamu dapat memanfaatkan Mailchimp untuk melakukan hal ini.
f) Jangan lupa juga untuk menjalankan skrip analytics pada halaman web agar kamu dapat melacak pengguna yang berinteraksi dengan situs web tersebut. Google Analytics adalah pilihan terbaikmu.
g) Setelah situs validasi ini siap untuk berjalan, kamu harus mengarahkan traffic untuk mengakses situs ini. Salah satu cara terbaik adalah menggunakan jasa Facebook Ads dan Google AdWords.
7. Memantau industri secara menyeluruh
Kamu mungkin ingat bahwa dulu, brand air minum kemasan Aqua pernah menyiarkan iklan yang cukup unik. Iklan tersebut menyebutkan bahwa air Aqua telah melalui 27 kali penyaringan. Sesuatu yang membuat brand atau produkmu unik dalam industri, dan membuatnya diingat konsumen seperti ini, disebut sebagai brand positioning. Brand positioning sangat penting agar konsumen punya alasan memilih produkmu. Kamu bisa melakukannya dengan mempelajari kompetitor, kemudian mencari celah untuk menonjolkan kelebihanmu.
Selain itu, kompetitor juga bisa menjadi referensi strategi pemasaran. Kamu bisa memperhatikan strategi apa yang telah mereka lakukan dan berhasil, serta strategi apa yang gagal. Perhatikan juga apa yang sedang menjadi tren, misalnya selera konsumen atau kemunculan kategori produk baru. Tren industri dan rekam jejak kompetitor ini bisa kamu gunakan untuk memperkirakan masa depan industri yang kamu geluti. Prediksi itu nantinya bisa kamu perkuat dengan pengalaman sendiri, akan menentukan ke mana arah perusahaanmu bergerak, serta cara pemasaran seperti apa yang cocok kamu gunakan.
Baca juga: 10 Jenis Promo Hari Raya yang Cocok Bagi Bisnis Kamu
8. Lakukan riset kompetitif dengan tabel
Bila kita berbicara tentang Aqua, mungkin kamu berpikir bahwa kompetitor produk ini adalah VIT, Pristine, Ades, atau berbagai merek air mineral lain. Itu tidak salah. Tapi sebetulnya kompetitor Aqua juga mencakup semua minuman, mulai dari teh, susu, hingga minuman berkarbonasi. Produk-produk ini bukan air mineral, tapi masih berada dalam industri besar yang sama: industri minuman kemasan. Mereka memiliki target pasar yang beririsan, dijual di tempat yang sama, bahkan mungkin memiliki strategi iklan yang sama. Mereka adalah kompetitor tak langsung, dan wajib kamu waspadai. Untuk melakukan riset terhadap kompetitor, kamu bisa memanfaatkan tabel perbandingan berisi berbagai aspek-aspek berikut: Nama brand, Industri, Situs web, Konsumen target, Tipe kompetitor, Diferentiator, dan Produk.
9. Pantau penyebaran brand di dunia maya
Popularitas brand di dunia maya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari marketing zaman sekarang. Untuk mengetahui kekuatan kompetitor di bidang ini, kamu bisa memanfaatkan berbagai macam tool. Dua di antaranya yang cukup berguna adalah SimilarWeb dan Google Trends. SimilarWeb dapat membantumu memantau traffic situs web kompetitor, termasuk dari mana traffic itu berasal (apakah dari referral, iklan display, dsb). Kamu juga bisa memantau situs apa saja yang dikunjungi konsumen, agar kamu tahu apa minat mereka. Sementara Google Trends dapat kamu gunakan untuk mencari tahu topik apa yang sedang ramai orang cari di internet. Dari sini kamu bisa memantau tren industri, serta menemukan celah-celah oportunitas untuk kamu manfaatkan. Perhatikan juga strategi SEO milik kompetitor dan cari tahu bagaimana cara menyainginya.
10. Pengalaman adalah guru yang terbaik
Tapi pengalaman itu tak harus datang dari dirimu sendiri. Kamu juga bisa memperhatikan pengalaman orang lain. Belajarlah dari kesalahan maupun keberhasilan kompetitor, dan manfaatkan celah-celah yang ada untuk memantapkan posisimu dalam industri. Terakhir, jangan lupa juga bahwa tujuan utamamu adalah memenuhi kebutuhan konsumen. Apa yang kamu pelajari dari kompetitor berguna sebagai referensi. Tapi jangan sampai itu begitu mempengaruhimu hingga kamu menyimpang dari visi perusahaanmu sendiri.