Pandemi COVID-19 berdampak negatif pada perekonomian Indonesia. Imbauan agar masyarakat berada di rumah saja dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah memukul dunia usaha terutama yang bergerak di industri pariwisata, penerbangan, hingga bisnis restoran. Lalu pada akhirnya, pekerja atau karyawan juga yang harus menerima akibatnya. Lantas, apa yang perlu dilakukan oleh teman-temen pekerja di sektor tersebut? Mari kita membahas dampak pandemi COVID-19 terhadap pekerja di Indonesia. Semoga mencerahkan!
Dampak pandemi COVID-19 terhadap pekerja di Indonesia
Kementerian Ketenagakerjaan, mengumumkan sedikitnya terdapat 2,8 juta pekerja terdampak COVID-19 hingga April 2020. Para karyawan tersebut terpaksa harus mengalami pemotongan gaji, dirumahkan, sampai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu yang bisa dijadikan contoh untuk kasus ini adalah kebijakan pemotongan gaji yang diambil PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. Karena pembatasan operasional yang diharuskan oleh pemerintah selama 3 bulan menyebabkan sebanyak 2.700 karyawan Ramayana harus rela menerima upah hanya setengah dari pendapatan biasanya.
Menerjang sektor formal dan informal
Sementara itu, maskapai penerbangan swasta Lion Air Grup memilih meliburkan karyawan tanpa gaji demi menghindari PHK. Adapun ratusan pekerja pengurus hotel budget Airy Rooms juga harus kehilangan pekerjaan karena perusahaan berhenti beroperasi. Dari sini kita bisa melihat, badai COVID-19 tidak hanya menerjang sektor informal, seperti pedagang kaki lima, pekerja bangunan, hingga pengemudi ojek online) namun juga sektor formal.
Baca juga: Pentingnya Melakukan Diversifikasi Produk Saat Pandemi Corona
Namun, kondisi ini bukan untuk diratapi, melainkan dicarikan solusi. Qerja Group percaya, ketika hampir semua orang mengalami masa sulit yang sama, maka akan terbentuk rasa solidaritas. Para pekerja yang dipertahankan perusahaan masih mau mengulurkan tangan bagi teman, rekan, dan kenalannya yang terkena PHK dan dirumahkan agar kembali memiliki asa. Berbekal keyakinan itu, beberapa serikat kerja pun berinisiatif untuk membantu pekerja yang terdampak pandemi COVID-19 dengan membuat perubahan ke arah yang lebih baik.
Cara mendorong perubahan pada pandemi COVID-19
Tim riset SMERU menyebutkan, setidaknya ada 4 poin utama yang akan mendorong terjadinya perubahan lanskap pasar tenaga kerja pasca krisis ekonomi dan pandemi COVID-19. Pertama, tingkat penyerapan tenaga kerja tidak akan sebesar jumlah tenaga kerja yang terkena PHK. Selisih tenaga kerja yang tidak terserap ini, kemudian akan masuk ke dalam kelompok pengangguran. Apa efeknya dalam hal pemulihan ekonomi pasca krisis? Kemungkinan besar pengangguran, baik angkatan kerja baru dan mereka yang ter-PHK karena krisis, akan bekerja pada sektor-sektor informal.
Kedua, perusahaan hanya akan merekrut tenaga kerja yang memiliki produktivitas tinggi dan mampu mengerjakan beberapa tugas sekaligus (multitasking). Sebagai contoh, usaha perhotelan hanya akan merekrut tenaga kerja yang memiliki kemampuan manajerial dan juga bisa melayani tamu di bagian restoran. Hal ini cukup lumrah sebenarnya, bahkan sejak sebelum pandemi menerpa. Namun, pra-syarat ini akan semakin dibutuhkan oleh perusahaan dalam proses rekrutmen pekerja pasca krisis.
Perubahan pola pikir perusahaan dalam merekrut karyawan
Ketiga, lapangan usaha yang akan berkembang pasca pandemi COVID-19 adalah usaha yang berhubungan dengan teknologi. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga adalah tenaga kerja yang memiliki kemampuan di bidang teknologi. Hal ini terbukti dengan terjadinya pergeseran pola kerja selama pandemi. Jika sebelumnya pekerja diharapkan untuk bekerja di tempat kerja, maka selama pandemi ini perusahaan juga pekerja harus beradaptasi untuk mengurangi aktivitas mereka, terutama yang melibatkan bertemunya banyak orang. Salah satu caranya adalah dengan penerapan pola kerja work from home (WFH).
Baca juga: 10 Langkah Membangun Komunikasi Efektif Selama Pandemi Corona
Terakhir, sistem alih daya (outsourcing) dan pekerja kontrak akan lebih diminati oleh pelaku usaha. Sebab, keduanya memberikan fleksibilitas tinggi kepada perusahaan dalam hubungannya dengan tenaga kerja. Fleksibilitas yang dimaksud adalah hubungan ketenagakerjaan yang non-standard seperti tenaga kerja paruh waktu atau tenaga kerja dengan kontrak harian. Fleksibilitas ini dinilai menjadi menarik bagi para pelaku usaha untuk mengimbangi dengan situasi dunia usaha yang masih dinamis di masa mendatang. Namun, perlu diingat bahwa kesejahteraan tenaga kerja ini harus dijaga dengan memberikan perlindungan ketenagakerjaan kepada mereka (pihak outsourcing).