Pandemi COVID-19 ini tidak hanya berdampak keras bagi sektor pariwisata, karena adanya himbauan physical distance dari pemerintah. Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang lebih banyak lagi. Seluruh sektor perekonomian pun tak luput dari dampak pandemi ini. Begitu pula yang terjadi diluar negeri, karena pandemi merupakan penyakit yang menyebar secara global.
Memang ada beberapa sektor yang masih bertahan, tapi tentunya terdapat penurunan profit yang signifikan bahkan untuk beberapa sektor ada yang benar-benar tidak bisa bertahan karena bisnisnya memang mengandalkan adanya perpindahan orang atau mengumpulkan orang dalam satu tempat seperti kegiatan pariwisata, bioskop, mall, konser bahkan tempat makan pun dibatasi jam operasionalnya. Terutama pada saat awal-awal virus ini merebak di Indonesia. Hampir seluruh fasilitas untuk umum tutup, hanya beberapa fasilitas umum yang crucial saja yang masih beroperasi. Itu pun sudah ada pembatasan jam operasional dan juga aturan-aturan yang harus ditaati jika tetap ada keperluan untuk pergi ke tempat tersebut.
Dampak Pandemi Pada Perusahaan Startup di Indonesia
Tak luput juga dampaknya bagi perusahaan-perusahaan serta bisnis startup Indonesia. Beberapa waktu lalu bahkan banyak sekali perusahaan yang melakukan layoff besar-besaran pada karyawan. Layoff merupakan pemberhentian sementara karyawan dari status kepegawaiannya dalam jangka waktu tertentu karena adanya suatu kondisi darurat pada perusahaan. Layoff ini bisa juga disebut dengan unpaid pada beberapa perusahaan atau bisa juga disebut dirumahkan sementara. Karyawan akan tetap diam dirumah tanpa digaji dan tidak bekerja untuk perusahaan sampai waktu yang ditentukan oleh perusahaan, karena perusahaan tidak sanggup membayar gaji karyawan.
Ini merupakan salah satu kebijakan perusahaan saat kondisi-kondisi darurat. Dikutip dari Kompas, bahwa pertama kali pemerintah mengumumkan COVID masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020. Mulai saat itu perusahaan melakukan layoff secara bertahap pada karyawannya. Bahkan tak jarang dari kondisi layoff ini banyak pekerja yang akhirnya di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena bisnis tak kunjung pulih dan perusahaan tak mampu lagi membayar pekerja di situasi COVID-19 ini. Keputusan ini juga berdasarkan situasi pandemi yang tidak diketahui kapan akan berakhirnya, sehingga perusahaan tidak dapat bertahan dengan banyak karyawan.
Bahkan startup unicorn Indonesia pun juga merasakan imbasnya. Dikutip dari beberapa sumber melalui Google, data startup indonesia 2020 yang meraih gelar unicorn sudah berjumlah 6 startup termasuk startup yang sudah meraih gelar dekacorn. Jika menyebutkan istilah unicorn selain teringat pada cerita dongeng, kamu pun pasti langsung teringat pada sebuah start up. Aileen Lee pada tahun 2013 menciptakan istilah unicorn ini, yang artinya merupakan sebuah perusahaan rintisan swasta yang memiliki nilai ekonomi lebih dari $1 Miliar atau sekitar 14 Triliun 685 Miliar jika dihitung dalam Rupiah.
Pemodal usaha ini mengungkapkan, Ia memilih nama unicorn karena perusahaan yang bisa sukses seperti itu tergolong langka. Sama dengan hewan mitos unicorn yang tergolong langka. Beberapa startup unicorn Indonesia seperti Gojek, Ovo, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak dan JD.ID terkena dampak yang berbeda-beda tergantung pada bidang bisnis masing-masing. Contohnya seperti pada Tokopedia sebagai platform belanja online.
Kiat-kiat yang Ditempuh Startup Indonesia Untuk Mengatasi Kesulitan Ekonomi
Saat pandemi berlangsung, Tokopedia juga menyesuaikan apa yang dibutuhkan bagi pelanggannya. Saat masyarakat diliputi rasa ketakutan untuk keluar rumah karena takut tertular virus COVID-19, maka Tokped menyediakan promo belanja kebutuhan sehari-hari hanya melalui aplikasi dan masyarakat tidak perlu pergi keluar untuk mendapatkan kebutuhan sehari-harinya. Barang-barang tersebut akan langsung diantarkan ke rumah kamu dan hal tersebut akan mengurangi potensi kamu untuk bertemu banyak orang jika kamu memutuskan untuk belanja sendiri langsung ke tokonya.
Tokopedia
Tokped juga menawarkan promo dan cashback jika kamu berbelanja menggunakan aplikasinya. Ini bisa juga dianggap langkah penghematan mengingat pendapatan masyarakat pada umumnya berkurang semenjak adanya COVID-19. Penjualan tekstil seperti kain juga mengalami lonjakan dibeberapa platform belanja online termasuk pada Tokped, karena banyak yang tiba-tiba berbisnis masker kain yang merupakan salah satu langkah pencegahan penyebaran virus. Belakangan ini juga terjadi lonjakan mitra UMKM yang terdaftar, hal ini merupakan salah satu cara masyarakat untuk bertahan hidup. Banyak masyarakat yang sebelumnya mengalami PHK mencoba peruntungannya dalam toko online. Hal ini didasari karena adanya himbauan physical distancing maka toko online menjadi pilihan yang bagus untuk berbelanja.
OVO menggunakan QRIS yang sudah disediakan Bank Indonesia agar bisa melakukan pembayaran walau tetap dirumah saja. Masyarakat tetap bisa melakukan pembelian tanpa khawatir untuk masalah pembayarannya, karena tetap bisa cashless. Hal ini mengurangi potensi penyebaran virus dan tetap bisa hanya diam dirumah saja serta tetap bisa menikmati belanjaan yang kamu mau.
Gojek
Lain lagi dengan Gojek yang bergerak pada bidang transportasi. Gojek saat ini bahkan sudah meraih gelar selangkah lebih maju dibanding kawan-kawannya. Kini gelar yang dipegangnya dari startup unicorn berubah ke decacorn. Saat pandemi berlangsung, memang omzet yang diterima oleh para driver ojek online mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan adanya himbauan physical distancing dan masyarakat yang masih takut keluar rumah dan terjangkit virus.
Apalagi adanya kebijakan WFH (Work From Home) dari beberapa perusahaan untuk mendukung himbauan pemerintah, membuat volume penggunaan transportasi umum menurun drastis. Walaupun begitu, jasa ojek online masih tetap bisa digunakan, seperti untuk pemesanan makanan online dengan memanfaatkan fasilitas Go-Food.
Banyak rumah makan dan cafe yang hanya melayani take away dan bukannya dine in seperti biasanya, mendorong masyarakat untuk menggunakan layanan ini agar tetap #stayathome tapi tetap bisa menikmati makanan dari restoran favorite. Begitu pula untuk pengiriman barang yang memanfaatkan Go-Send yang memungkinkan si pengirim tetap dirumah dan barang sampai dengan aman di tangan si penerima.
Di tengah situasi menuju New Normal ini, perusahaan Gojek juga sudah menerapkan beberapa kebijakan baru untuk layanannya untuk menanggapi situasi yang sedang terjadi. Seperti menerapkan J3K yaitu Jaga kesehatan (cek suhu pada setiap drivernya dan memastikan seluruh drivernya bekerja dengan suhu normal), Jaga kebersihan (mewajibkan para driver untuk mencuci tangan, desinfektan untuk memastikan kendaraan mereka terhindar dari virus) dan Jaga Keamanan (menggunakan sekat pelindung untuk memisahkan antara driver dan juga penumpang dan menentukan jarak aman sesuai dengan protokol kesehatan bagi Gocar serta rutin mengganti masker) yang harus dipatuhi oleh seluruh driver Gojek dan Gocar. Hal ini dilakukan perusahaan untuk memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya.
Saat suasana lebaran beberapa waktu lalu, Gojek juga meluncurkan beberapa gebrakan salah satunya adalah eZakat. Hal ini didasari, banyak orang yang tidak bisa keluar rumah saat hari raya namun masih ingin berbagi disaat hari raya seperti berbagi zakat. Hal ini tetap bisa dilakukan dengan layanan GoGive. Nantinya zakat fitrah pengguna yang terkumpul melalui aplikasi akan disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerima melalui pengelolaan dari BAZNAS.
Nah, beberapa hal tersebut merupakan cara-cara startup unicorn Indonesia untuk tetap mempertahankan bisnisnya. Bisnis harus flexible mengikuti situasi dan tren agar bisa bertahan di berbagai situasi. Jika tidak mau mengalami kegagalan karena tidak bisa beradaptasi dengan situasi.