DPR RI dan pemerintah akhirnya menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Cipta Kerja. Meski menuai pro-kontra di masyarakat, undang-undang Omnibus Law tersebut disetujui oleh sebagian besar fraksi di kompleks DPR RI, Senayan, pada Senin sore tanggal 5 Oktober 2020. Setelah sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan tanggapan pemerintah, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta persetujuan seluruh partai. Setelah semua partai menyetujui permintaan tersebut, Pak Azis mengetok tiga kali palu pertanda disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU.
Adapun tujuh partai yang menyatakan menyetuji RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang yaitu datang dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerindra, Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sementara itu, dua fraksi lainnya menolak RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang ini yaitu PKS dan Partai Demokrat. Bahkan, Partai Demokrat memutuskan walk out dari rapat paripurna tersebut.
Apa itu Omnibus Law?
Omnibus Law atau dikenal dengan Omnibus Bill merupakan suatu Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk mencabut, menambah, dan mengubah beberapa UU sekaligus menjadi lebih sederhana. Sejatinya, Omnibus Law berkaitan dalam bidang ekonomi. Namun, justru Omnibus Law menjadi ancaman bagi masyarakat, salah satunya sistem ketenaga-kerjaan yang tidak adil bagi para pekerja. Konsep kata ‘omnibus’ sendiri berasal dari Bahasa Latin, yang artinya ‘untuk semua’. Artinya, omnibus bersifat lintas sektor atau UU sapu jagat.
Baca juga: Apa itu Omnibus Law dan UU Cipta Kerja? Yuk Kita Cari Tau Disini
Awalnya diusulkan oleh Presiden Joko Widodo
Mengutip dari demajusticia.org, konsep Omnibus Law bermuara pada negara yang menganut sistem hukum Common Law System, seperti Amerika Serikat. Sementara Indonesia menganut Civil Law System yang lebih mengutamakan kodifikasi hukum agar ketentuan hukum dapat efektif sebagaimana yang diharapkan. RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang awalnya diusulkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019 lalu. Ada tiga hal yang disasar pemerintahan Joko Widodo melalui Omnibus Law, yakni UU Perpajakan, Cipta Kerja, dan Pemberdayaan UMKM. Sejauh ini, terdapat 74 UU yang akan terdampak Omnibus Law.
Omnibus Law bukanlah rencana pertama kalinya di Indonesia. Sekitar 25 tahun lalu, mantan Presiden Republik Indonesia Soeharto juga pernah menerbitkan PP No 20/1994 namun hal ini dinilai bertentangan dengan berbagai UU karena telah mengubah materi muatan.
Apa itu UU Cipta Kerja?
UU Cipta Kerja merupakan upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional. UU Cipta Kerja merupakan bagian dari Omnibus Law. RUU tersebut menimbulkan kontroversi sejak awal pembahasan lantaran dianggap merugikan para pekerja atau buruh dan hanya mementingkan pemberi kerja atau investor.
Sementara itu ada tujuh poin perubahan mengenai UU Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.
1. Waktu Jam Kerja
Jam kerja dalam per hari selama 8 jam atau 40 jam selama seminggu. Melalui perubahan UU Cipta Kerja diatur pula waktu untuk pekerjaan khusus yang bisa kurang dari 8 jam per hari atau pekerjaan yang bisa lebih dari 8 jam per hari.
2. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)
Dalam UU Cipta Kerja, diatur bahwa RPTKA hanya untuk TKA ahli yang diperlukan dalam kondisi tertentu seperti kondisi darurat, vokasi, peneliti, dan investor atau buyer.
3. Pekerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT)
Dalam UU Ketenagakerjaan, pekerja kontrak belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap. Sementara pada UU Cipta Kerja, pekerja kontrak memberikan hak yang sama dengan pekerja tetap seperti upah dan jaminan sosial. Pasal 59 ayat 1 pada UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dihapus yang mengatur jenis pekerjaan yang diperkenankan menggunakan pekerja berstatus PKWT.
4. Alih Daya atau Outsourcing
Dalam UU Cipta Kerja, alih daya dianggap sebagai bentuk hubungan bisnis. Pengusaha alih daya wajib memberikan hak dan perlindungan yang sama bagi pekerjanya, baik yang berstatus kontrak maupun tetap.
5. Pesangon PHK
Besaran pesangon PHK disesuaikan, pemberi kerja menanggung 19 kali upah dan pemerintah menanggung 6 kali upah. Kemudian dibentuknya program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang mencakup pelatihan kerja dan penempatan kerja.
6. Upah Minimum
Upah minimum tidak dapat ditangguhkan. Kenaikan upah minimum menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi. Besaran upah minimum pada tingkat provinsi dapat ditetapkan upah minimum tingkat kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Sementara itu, upah untuk UMKM diatur tersendiri.
7. Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
Program JKP memang belum diatur di UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, tetapi program ini sangat dibutuhkan di masa pandemi Covid-19. Banyak pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di masa sekarang, dengan adanya UU Cipta Kerja pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan perlindungan berupa upah dengan besaran sesuai kesepakatan program KJP, pelatihan peningkatan kapasitas, dan kemudahan mendapatkan pekerjaan. Selain itu, pekerja yang memperoleh program JKP akan tetap memperoleh jaminan sosial lain berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kesehatan nasional.
Baca juga: 16 Contoh Industri Kreatif di Indonesia & Manfaatnya Bagi Perekonomian
RUU Cipta Kerja dipastikan tidak akan hapus hak cuti pekerja
Sementara itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dipastikan tidak akan menghapus sejumlah hak cuti para pekerja. Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa RUU Cipta Kerja akan meningkatkan perlindungan kepada para pekerja melalui penetapan program jaminan kehilangan pekerjaan yang seluruh preminya dibebani kepada APBN.
Persyaratan PHK tetap mengikuti UU Ketanagakejaan dan RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti, hak haid, dan cuti hamil yang diatura dalam UU Ketanagakerjaan. Lebih lanjut, masih terkait perlindungan para pekerja, dalam pengaturan tenaga kerja asing (TKA) pemerintah mewajibkan setiap pemberi kerja TKA harus memiliki rencana penggunaan TKA yang disahkan pemerintah pusat.
TKA dilarang menduduki jabatan personalia
Kemudian, pemberi kerja orang-perorangan dilarang memperkerjakan TKA dan TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurus personalia di perusahaan. Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas pun mengakui Klaster Ketenagakerjaan menjadi agenda pembahasan paling sulit untuk diselesaikan sebelum RUU Cipta Kerja siap untuk diundangkan. Pernyataan itu disampaikannya dalam pandangan dan pendapat akhir pada sidang paripurna pengesahan sejumlah RUU hari ini yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin.
my blog is a link on my web home page and I would like it to show the posts from the blog? Any ideas?