12 kesalahan yang sering dilakukan startup Indonesia
Taukah kamu, apa yang startup Indonesia sering lakukan dan menjadi kesalahan di tahun pertama? Bagi yang tidak bisa membayangkannya, hati-hati saja, karena modal untuk usaha rintisan ini bisa saja ludes tak bersisa dalam waktu 12 bulan. Meskipun demikian, kami akan bagikan informasi dan cara menanggulangi kesalahan yang biasa dilakukan startup Indonesia pada tahun pertama. Simak informasinya dibawah ini:
1. Menjalankan seorang diri
Katakanlah kamu seorang yang memiliki banyak keahlian dan pengetahuan, tetapi mencoba melakukan semua pekerjaan seorang diri maka hal tersebut bukanlah tindakan yang bijak. Sama seperti mendirikan startup, seorang pengusaha butuh rekan kerja atau co-founder untuk tempat berbagi beban dan penderitaan. Percayalah, kamu akan lebih produktif dengan adanya bantuan orang lain. Karena menjalankan sebuah startup di tahun pertama akan sangat menguras banyak waktu jadi jangan heran jika kamu akan kehilangan kehidupan sosial kamu.
2. Terlalu banyak co-founder
Namun menjalankan startup di Indonesia bersama 4 sahabat kamu juga bukanlah hal yang baik dilakukan. Meski kamu mungkin saling kenal dan sudah saling mengerti namun akan ada kesulitan dalam mengambil keputusan kedepannya. Yang sudah terjadi, kebanyakan startup Indonesia dengan founder yang ramai akan sering berakhir dengan putus hubungan yang kurang enak dan mahal. Lihatlah pengalaman Facebook, Quora, dan Foursquare. Setidaknya, startup dengan 2 founder adalah hal yang lumrah dilakukan.
3. Mengejar publisitas terlalu dini
Publisitas besar-besaran di media pada awal berkembangnya perusahaan bisa menjadi nilai plus bagi startup kamu. Promosi gratis dan yang menarik akan lebih banyak pengguna ataupun investor untuk menyuntikan dana. Intinya hal tersebut dilakukan tidak “gaya-gayaan” atau terlihat keren di mata keluarga, teman-teman ataupun karyawan. Sebelum startup kamu butuh publisitas, jawab dulu satu pertanyaan paling mendasar seperti, “Mengapa butuh publisitas?”, “Apakah kamu benar-benar siap menghadapi pers?”, “Apa yang ingin kamu capai dari publistas?” Jika kamu belum memantapkan bisnis model atau produk kamu, apakah kamu benar-benar ingin publisitas besar-besaran lalu startup kamu tutup (bangkrut) setahun kemudian?
4. Mencari suntikan dana terlalu besar di awal
Menjalankan startup dengan mode bootstrap bisa sangat menakutkan. Tidak ada yang suka melihat tabungan perusahaan ludes. Tetapi ketika kamu mengandalkan investor di awal bisnis dapat membuat pemilik perusahaan berlaku sembrono dalam soal pengeluaran mereka. Hal ini juga bisa menyebabkan mereka keluar dengan nilai yang kecil di masa depan. Keuntungan bootstrap di awal adalah kamu dapat fokus bekerja untuk membuktikan model bisnis dan mendapatkan transaksi tanpa tekanan dari rapat dewan atau investor. Setelah model bisnis kamu terbukti berjalan dan berpotensi kamu dapat dengan penuh percaya diri untuk keluar mencari investor. Selain itu, kamu bisa exit kapan saja dan pastinya dengan nilai yang pantas.
Baca juga: Pentingnya Virtual Office di Jakarta untuk Startup
5. Komunikasi yang buruk dan mengabaikan kritik
Bila kamu memiliki roadmap startup di kepala kamu, tak jarang sulit untuk mengomunikasikan dengan orang lain. Jangan simpan di kepala kamu. Seringlah berkomunikasi, dan paling penting selalu terbuka untuk kritik. Belajar cara berkomunikasi yang baik sejak awal adalah keharusan. Jika tidak taruhannya adalah kamu dapat menghancurkan hubungan dengan pelanggan dan karyawan.
6. Terlalu sering keluar
Ada banyak ajang, seminar, meetup di dunia startup. Ini baik untuk membangun jaringan. Tentu saja hal ini tidak bisa diabaikan, demi kemajuan perusahaan. Lain cerita jika kamu termasuk orang yang cukup dikenal di dunia startup, mungkin sebaiknya waktu kamu dihabiskan di meja kerja. Terlalu banyak “beredar” akan memberi kesan buruk kepada karyawan dan investor.
7. Memaksakan sebuah bisnis model yang gagal
Kamu berhenti dari pekerjaan untuk menjalankan bisnis dan mengejar passion kamu. Ide yang kamu miliki sangat cermelang, baiklah selanjutnya apa? Kamu tidak harus keluar dari pekerjaan sampai kamu punya kesempatan untuk menguji konsep dan ada kesempatan untuk itu. Kamu mungkin tidak akurat memprediksi cara orang akan menggunakan produk kamu atau pelanggan mungkin membenci fitur baru yang kamu cintai. Jangan keras kepala dan memegang teguh ide startup hanya karena kamu jatuh cinta dengan hal itu. Terjemahkan ide kamu dalam sebuah konsep bisnis lengkap, gerak cepat, dan fleksibel bila ternyata semua tidak berjalan. Beberapa perusahaan terbesar saat ini sukses dari hasil pivot.
8. Serakah
Menjadi seorang pengusaha yang cerdas berarti mengetahui waktunya untuk exit. Beberapa startup mendapat tawaran akuisisi lebih dari $100 juta dan menolak. Keputusan yang mendapat banyak kekaguman dari orang, namun kurang bijak. Foursquare punya kesempatan menjual $150 juta, namun dilewatkan. Qwiki pernah ditawarkan untuk menjual lebih dari $100 juta namun ditolak, dan sekarang mungkin akan menjual startupnya ke Yahoo hanya sebesar $50 juta. Path ditawari uang besar oleh Google namun pendirinya Dave Morin menolaknya. Saat ini Path mengalami banyak kendala. Kadang startup perlu mengambil keputusan untuk mengambil tawaran akuisisi yang datang dan gunakan uangnya untuk mendirikan startup lagi yang lebih baik.
Baca juga: Startup Menjamur, Bisnis Co-working Space di Jakarta Tumbuh Subur
9. Berbohong
Startup merupakan sebuah perusahaan swasta, mereka bisa berbohong kepada wartawan, bahkan investor. Jika kamu sedang dalam tahap putus asa untuk menambah modal, atau menjaga startup kamu tetap berjalan, sangat mungkin tergoda untuk berbohong soal angka pertumbuhan, hingga revenue yang diperoleh. Mungkin kebohongan putih ini tidak terungkap di awal, namun jika startup kamu gagal, kebenaran akan keluar pada akhirnya. Akibatnya, lebih buruk daripada sekedar kehilangan perusahaan, namun juga reputasi. Ingat saran Waren Buffet, bahwa reputasi itu penting, kadang diperlukan waktu bertahun-tahun untuk membangunnya, namun bisa hilang dalam hitungan menit.
10. Kehilangan kesabaran
Investor mengatakan 10 juta pengguna baru saat ini sama dengan satu juta pengguna. Tak heran jika startup ingin scaling dengan cepat. Tetapi jika kamu hanya fokus pada pertumbuhan, pengembangan produk kamu akan keteteran. Pertumbuhan tiap startup sangat berbeda, tergantung dari jenis bisnis yang dijalankan. Tetapkan target pertumbuhan berdasarkan skala yang masuk akal. Acuannya tentu kepada pertumbuhan startup yang sejenis. Sebagai gambaran, jika kamu menjalankan sebuah perusahaan media, kamu akan harus menunggu sampai cukup besar untuk dapat memperkerjakan tim marketing. Itu bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun. Lain halnya, jika kamu menjalankan bisnis berbasis transaksi, pastikan kamu tahu margin yang dibutuhkan agar bisnis kamu bisa bertahan.
11. Meremehkan kesulitan menjalankan startup
Sebagian besar cerita yang tampil adalah kisah sukses. Tetapi yang perlu kamu ketahui kisah sukses yang kamu baca di media merupakan hasil kerja keras foundernya. Tanpa usaha yang tak kenal lelah membangun bisnisnya seorang William Tanuwijaya tidak akan mencetak sejarah investasi ratusan juta. Bahkan orang sekaliber Dave McClure mengambarkan betapa sulitnya menjalankan startup:
“Seperti neraka. Terlalu banyak yang perlu dikerjakan. Ada hari-hari ketika Anda ingin menangis. Kamu tidak memiliki kehidupan sosial. Kamu tidak benar-benar ingin berinteraksi dengan keluarga dan teman-teman. Dunia kamu hanya berputar di sekitar startup, dan itu semua tentang mencoba untuk bertahan, dan tidak terlihat idiot di depan karyawan.”
“Mungkin bebannya tidak sama dengan memecahkan masalah dunia seperti perang atau kelaparan. Tetapi ketika seluruh dunia kamu adalah tentang mencoba untuk menunjukkan orang lain bahwa kamu berhasil, mampu, dan mempertahankan kondisi eksternal yang terlihat semuanya berjalan dengan baik, sementara sisi internal kamu panik, dan berjuang untuk terus bisa membayar gaji, itu sangat stres.”
12. Tidak memiliki mimpi besar
Ada tipe orang praktis, yang tidak merespon terhadap mimpi besar, namun lebih kepada menghadapi tantangan yang ada di depan mata. Di lain sisi ada tipe pemimpi yang mempunyai visi sangat ke depan. Tim startup terbaik terdiri atau menjaga dua tipe tersebut dengan sangat baik untuk saling melengkapi satu sama lain.
Uptown menyediakan Co-working Space di Jakarta
Jadi apakah kamu tertarik menggunakan Co-working Space? Semua kembali pada kebutuhan para pemilik bisnis dan jenis bisnis yang dijalankan. Dan jika kamu adalah pengusaha yang sedang mempertimbangkan untuk menggunakan layanan Co-working Space, Uptown Serviced Office sebagai salah satu penyedia layanan Virtual Office, Co-working Space, dan Private Office di kawasan bisnis Lingkar Mega Kuningan, Jakarta Selatan ini akan menjadi pilihan yang tepat bagi kamu. Selain berlokasi yang strategis, Uptown Serviced Office juga memiliki pelayanan terbaik serta tim support professional yang siap membantu mengembangkan bisnis kamu.